Tak Ada
Gelar yang Sia-Sia, Atau Profesi Berembel-Embel ‘Cuma’. Sarjana Juga Berhak
Jadi Ibu Rumah Tangga!
Priscilla Silaen | Mar 15, 2015 7,433 shares
Bekerja dan memiliki karier
yang cemerlang bagi perempuan masa kini telah menjadi hal yang wajar. Jika dulu
peran perempuan dibatasi hanya pada pekerjaan yang bersifat rumahan, kini
mereka sudah lumrah ke luar rumah. Seiring dengan semakin banyaknya kaum hawa
yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, kesempatan untuk mengukir karir
gemilang pun terbuka semakin lebar.
Namun tidak sedikit pula
perempuan bergelar sarjana yang menjadi seorang ibu rumah tangga. Sementara
itu, sebagian orang masih menganggap bahwa tinggal di rumah setelah lulus dari
perguruan tinggi adalah kesia-siaan. Setelah menghabiskan waktu, tenaga, dan
biaya untuk mendapat gelar sarjana, sayang jika perempuan “hanya” akan menjadi
ibu rumah tangga. Tapi benarkah seperti itu? Bukankah tak ada ilmu yang
sia-sia, dan tak ada pekerjaan yang bisa diberi embel-embel ‘cuma’?
Gairah
meniti karier selagi muda pasti pernah terpikir olehmu yang ibu rumah tangga.
Sama seperti teman lainnya, kamu juga punya ambisi dan cita-cita
kelulusan datang via survivinamerica.com
Bagi seorang sarjana, rasanya
tidak salah bila kamu memiliki banyak mimpi yang menunggu untuk dituntaskan.
Berbagai kesempatan kerja yang datang tidak ingin kamu lewatkan. Mengirim
surat lamaran ke berbagai perusahaan menjadi agenda yang memenuhi kegiatanmu
selanjutnya. Ada semangat yang berkobar di dalam hati bahwa ini adalah saat
yang tepat untuk membayar setiap pengorbanan orangtua selama membiayai
semua kebutuhanmu. Membahagiakan mereka menjadi tujuan terbesar selanjutnya.
Sebagai perempuan muda yang
cerdas kamu tentu bangga jika akhirnya bisa menopang biaya hidup sendiri.
Pandangan bahwa perempuan karier dilihat sebagai sosok yang hebat juga wajar
membuatmu semakin ingin membuktikan diri. Maka tidak mengherankan
bila kamu terus ingin berlari mengejar segala mimpi. Termasuk juga
membahagiakan kedua orangtua sebelum akhirnya mereka abadi menutup mata.
Hingga tiba
saatnya seseorang datang padamu dan memintamu menghabiskan hidup bersama.
Menjadi ibu dari anak-anaknya, kamu pun risau dengan keputusan untuk tetap
bekerja
memutuskan menikah via www.huffingtonpost.com
Setelah berkarier selama
beberapa tahun, tiba pula waktu yang kamu tunggu untuk mengikat janji dengan
seorang pria yang kamu cintai. Kamu jelas bahagia karena pada akhirnya kamu
akan memiliki keluarga kecil. Tapi di sisi lain, ada kerisauan yang mulai
tumbuh dalam pikiranmu.
“Apakah kamu mampu bekerja
sekaligus menjadi istri dan ibu yang sama baiknya?”
Rasa risau yang datang semakin
jadi tatkala kamu sadar akan punya buah hati sendiri. Jelas tidak mudah membagi
konsentrasi antara pekerjaan di kantor dengan peran ibu secara penuh. Banyak
ibu yang mampu melakukannya, bahkan bukan tidak mungkin ibumu juga. Namun
persoalannya di sini adalah kemampuanmu sendiri. Melihat track
record-mu yang lebih suka fokus pada satu hal daripada mengemban dua
tanggung jawab yang berbeda, kamu tak yakin sepenuhnya bisa menjadi ibu dan
wanita karier yang tangguh.
Belum lagi membayangkan
melewati tumbuh kembang sang anak saat harus seharian menghabiskan waktu dengan
setumpuk pekerjaan. Meski menghormati pilihan orang lain, kamu pribadi tetap
ingin supaya anak-anakmu kamu asuh sendiri, tanpa mengandalkan pengasuh bayi.
Pilihan untuk keluar dari pekerjaanmu yang sekarang pun mulai berkecamuk di
pikiranmu.
Sudah
terbayang komentar orang tentang niatmu berhenti bekerja. Seolah dengan
tinggal di rumah, gelar yang kamu punya jadi sia-sia
apa kata orang? via www.businesscircle.com.my
Memutuskan untuk menjadi ibu
rumah tangga dan meninggalkan pekerjaan nyatanya tidak semudah membalik telapak
tangan. Ada banyak pertimbangan yang perlu dipikirkan. Mulai dari sayangnya
melepas kesempatan yang telah kamu dapatkan sampai dengan semua pemikiran orang
mengenai keputusan yang akan kamu ambil nantinya. Sebagian orang tentu
mendukung keputusanmu tersebut. Tapi di sisi lain pasti ada juga orang yang
menilai bahwa meninggalkan pekerjaan adalah suatu keputusan keliru.
Tidak hanya memikirkan
perkataan orang, keresahan dan kebingunganmu juga bertambah memikirkan komentar
sanak keluarga jika kamu memutuskan untuk berhenti bekerja. Berbagai kalimat
seperti:
“Kok berhenti kerja, apa gak
sayang sama gelarmu?”
“Kalau cuma buat tinggal di
rumah, apa gunanya sekolah tinggi-tinggi?”
Padahal gelar sarjana yang
dimiliki oleh perempuan masa kini bukan hanya akan berguna jika digunakan
bekerja di kantoran. Sebaliknya, menjadi ibu rumah tangga bukan lagi hanya
urusan mencuci dan memasak saja. Pekerjaan domestik itu juga butuh kecerdasan
dan ketangguhan, sama seperti pekerjaan kantoran.
Untuk
mencetak anak-anak cerdas, diperlukan ibu berkualitas: ilmu yang sudah kamu
timba tak hanya akan berguna bila kamu bekerja saja
ibu dan anak via www.huffingtonpost.com
Memiliki pendidikan tinggi
juga diikuti oleh tuntutan untuk memiliki karir cemerlang. Pemahaman bahwa ibu
rumah tangga perlu juga mempunyai bekal pendidikan baik belum banyak
dimengerti. Ketika perempuan pada akhirnya tinggal di rumah dan melepas (untuk
sementara atau untuk waktu lama) tanggung jawab mencari nafkah, maka proses
menempuh pendidikan di perguruan tinggi dirasa sia-sia.
Padahal untuk mendidik anak di
zaman sekarang diperlukan sosok perempuan yang tidak hanya pandai memasak,
mencuci, dan membereskan rumah. Ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya
yang juga harus mengerti berbagai hal yang kelak akan ditanyakan. Mendidik
moral dan intelektual seorang anak memerlukan bekal yang matang. Jika kamu
tidak memiliki latar belakang mumpuni rasanya memiliki anak-anak cerdas pun
akan sulit dicapai.
Tidak melulu
soal anak, suamimu kelak juga perlu perempuan yang mampu diajak berbagi
pikiran; menyelesaikan berbagai masalah yang datang menghadang
partner berpikir suami via www.sofeminine.co.uk
Pria yang kelak akan
menikahimu tentu bangga memiliki perempuan yang tidak hanya cantik parasnya
tapi juga cerdas pemikirannya. Karena kepadamulah ia nantinya akan berkeluh
kesah saat ada masalah yang menghampirinya. Jika kamu tidak memiliki wawasan
luas tentu sulit baginya berbagai beban bagimu. Sekali lagi pendidikan yang
baik akan membentuk cara berpikir dan kemampuanmu melihat masalah dari sudut
pandang berbeda.
Dia juga akan bangga
mengajakmu pergi ke berbagai acara, karena meskipun menjadi ibu rumah tangga
kamu punya cara berpikir yang berbeda. Seorang istri yang cerdas adalah harga
diri bagi semuanya.
Pendidikan yang kamu dapat di
bangku kuliah akan mempengaruhi cara berpikir, berbicara, dan kamu bertindak.
Mungkin kamu tidak akan merasakannya sekarang, tapi bila masanya sudah datang,
‘perbedaan’ tersebut pelan-pelan akan terlihat.
Sesekali
pasti terdengar nada sumbang tentang pilihanmu menjadi ibu rumah tangga. Tidak
mengapa, itu hanya sebagian dari tantangan hidup yang pasti ada.
percaya pada keputusanmu via thoughtcatalog.com
Kamu tentu tidak dapat
mengerem opini orang lain tentang dirimu. Tidak mengapa, pahamilah itu sebagai
bagian dari konsekuensi hidup. Karena toh kalau pun kamu kelak memilih
bekerja, komentar lainnya seperti:
“Perempuan baiknya sih
ngurusin suami sama anak aja di rumah”
“Apa gak kasihan sama anaknya
di tinggal-tinggal terus sama ibunya?”
Iya, baik kamu memilih
meneruskan bekerja atau jadi ibu rumah tangga, pasti ada kritik yang melayang
ke wajahmu.
Tidak ada kesia-siaan dari
semua pengorbananmu saat memilih untuk sepenuhnya menghabiskan waktu untuk
mengurus keluarga. Seperti telah dikatakan sebelumnya, setiap keputusan tentu
memiliki risikonya tersendiri. Dan sebagai perempuan cerdas yang dewasa, kamu
sangat memahaminya.
Percayalah
ada kebaikan dalam setiap keputusan. Kamu tidak perlu rendah diri hanya karena
keputusanmu ini.
ibu cerdas akan melahirkan
anak yang cerdas via www.huffingtonpost.com
“Apakah memalukan sarjana yang
jadi ibu rumah tangga? Terus apakah mengurus suami dan membesarkan anak tidak
perlu perempuan berpendidikan?” – Ina C, Jakarta
Perasaan minder atau kurang
percaya diri saat memilih untuk tidak bekerja setelah menjadi ibu rumah tangga
terasa wajar. Namun satu yang perlu kamu ingat peranmu sebagai seorang
istri dan ibu yang mengurus keluarga secara penuh tidak dapat dibayar oleh
apapun. Tidak ada pekerja yang bekerja sepanjang hari seperti seorang ibu dan
tidak ada pula pekerja yang mau bekerja tanpa diberi upah kecuali seorang
istri.
Itu semua hanyalah soal
pilihan, bukan masalah benar atau salah. Jalanilah semua pilihan dengan penuh
rasa tanggung jawab. Karena suatu hari nanti, saat anak-anakmu telah dewasa dan
bersama suamimu akan menua mereka akan merasa bangga memiliki seorang perempuan
yang rela mempersembahkan hidupnya untuk mengurus secara total keluarganya.
Percayalah pada setiap
keputusan yang telah kamu ambil. Karena apapun itu asalkan kamu dapat
mempertanggung jawabkannya kelak hal itu akan membuahkan hasil yang maksimal.
Sebuah kutipan yang sangat menyentuh nampaknya dapat menjadi penutup yang manis
dari artikel ini:
“Entah akan berkarir atau
berumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan
menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas.” – Dian
Sastrowardoyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar