Kamis, 19 Maret 2015

Indah, memang...

Kamu, yang pada awalnya sangat aku acuhkan.
Kamu, aku tau kamu memandangku untuk beberapa saat bahkan kau memperhatikan dari ujung kaki samapai kepalaku.
Namun aku tetap acuh.
Aku, tidak sama sekali memperhatikanmu.

Waktu terus berlalu.
Aku bergulat dengan waktuku begitu juga dengan kamu.

Namun, Allah menyatukan kita pada saat itu.
Kamu datang disaat aku sedang sibuk dengan waktuku.
Kamu memulai percakapan kita.
Kamu, menebarkan aura yang sungguh sulit untuk aku tepis.
Kamu memulainya sungguh sangat sempurna tampak seperti pelangi yang muncul sehabis hujan.

Lalu aku putuskan untuk mencoba untuk mengenalimu lebih jauh.

Ternyata kamu sungguh cerdas dari apa yang aku bayangkan.
Ternyata kamu, memiliki apa yang belum aku punya.
Sungguh, aku suka karena kamu dapat menjawab semua pertanyaanku.
Sungguh, aku suka dengan apa yang kamu lakukan di masa mudamu sekarang.
Sungguh, aku ingin sekali mengenalmu lebih dari ini.
Sungguh, aku ingin sekali dapat mendapatkan hatimu.
Sungguh karena Allah aku ingin mengenalmu lebih dari ini.

Namun...

Namun, kau begitu saja pergi entah kemana.
Kau hilang..
Hilang tanpa jejak.
Tanpa jejak yang dapat aku temui.

Sekarang, aku hanya dapat berdoa untuk kebaikan kamu.
Aku bersyukur karena aku diizinkan Allah untuk dapat mengenalmu.
Aku bersyukur karena aku dapat mengambil sisi baik di dalam dirimu.
Aku bersyukur karena semua ini pasti ada maksud Allah.
Terima kasih Allah untuk segala yang terjadi di dalam kehidupanku...


Jakarta,
Saat senja menyapa dan menerpa kejadian waktu itu, di bbj
@andhitaar

Senin, 16 Maret 2015

ENTAH BERKARIR ATAU BERUMAH TANGGA



Top of Form
Bottom of Form
Tak Ada Gelar yang Sia-Sia, Atau Profesi Berembel-Embel ‘Cuma’. Sarjana Juga Berhak Jadi Ibu Rumah Tangga!
http://www.hipwee.com/wp-content/themes/hipwee/faces/priscilla.jpgPriscilla Silaen | Mar 15, 2015 7,433 shares
Bekerja dan memiliki karier yang cemerlang bagi perempuan masa kini telah menjadi hal yang wajar. Jika dulu peran perempuan dibatasi hanya pada pekerjaan yang bersifat rumahan, kini mereka sudah lumrah ke luar rumah. Seiring dengan semakin banyaknya kaum hawa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, kesempatan untuk mengukir karir gemilang pun terbuka semakin lebar.
Namun tidak sedikit pula perempuan bergelar sarjana yang menjadi seorang ibu rumah tangga. Sementara itu, sebagian orang masih menganggap bahwa tinggal di rumah setelah lulus dari perguruan tinggi adalah kesia-siaan. Setelah menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya untuk mendapat gelar sarjana, sayang jika perempuan “hanya” akan menjadi ibu rumah tangga. Tapi benarkah seperti itu? Bukankah tak ada ilmu yang sia-sia, dan tak ada pekerjaan yang bisa diberi embel-embel ‘cuma’?

Gairah meniti karier selagi muda pasti pernah terpikir olehmu yang ibu rumah tangga. Sama seperti teman lainnya, kamu juga punya ambisi dan cita-cita
kelulusan datang
kelulusan datang via survivinamerica.com
Bagi seorang sarjana, rasanya tidak salah bila kamu memiliki banyak mimpi yang menunggu untuk dituntaskan. Berbagai kesempatan kerja yang datang tidak ingin kamu lewatkan. Mengirim surat lamaran ke berbagai perusahaan menjadi agenda yang memenuhi kegiatanmu selanjutnya. Ada semangat yang berkobar di dalam hati bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membayar setiap pengorbanan orangtua selama membiayai semua kebutuhanmu. Membahagiakan mereka menjadi tujuan terbesar selanjutnya.
Sebagai perempuan muda yang cerdas kamu tentu bangga jika akhirnya bisa menopang biaya hidup sendiri. Pandangan bahwa perempuan karier dilihat sebagai sosok yang hebat juga wajar membuatmu semakin ingin membuktikan diri. Maka tidak mengherankan bila kamu terus ingin berlari mengejar segala mimpi. Termasuk juga membahagiakan kedua orangtua sebelum akhirnya mereka abadi menutup mata.


Hingga tiba saatnya seseorang datang padamu dan memintamu menghabiskan hidup bersama. Menjadi ibu dari anak-anaknya, kamu pun risau dengan keputusan untuk tetap bekerja
memutuskan menikah
memutuskan menikah via www.huffingtonpost.com
Setelah berkarier selama beberapa tahun, tiba pula waktu yang kamu tunggu untuk mengikat janji dengan seorang pria yang kamu cintai. Kamu jelas bahagia karena pada akhirnya kamu akan memiliki keluarga kecil. Tapi di sisi lain, ada kerisauan yang mulai tumbuh dalam pikiranmu.
“Apakah kamu mampu bekerja sekaligus menjadi istri dan ibu yang sama baiknya?”
Rasa risau yang datang semakin jadi tatkala kamu sadar akan punya buah hati sendiri. Jelas tidak mudah membagi konsentrasi antara pekerjaan di kantor dengan peran ibu secara penuh. Banyak ibu yang mampu melakukannya, bahkan bukan tidak mungkin ibumu juga. Namun persoalannya di sini adalah kemampuanmu sendiri. Melihat track record-mu yang lebih suka fokus pada satu hal daripada mengemban dua tanggung jawab yang berbeda, kamu tak yakin sepenuhnya bisa menjadi ibu dan wanita karier yang tangguh.
Belum lagi membayangkan melewati tumbuh kembang sang anak saat harus seharian menghabiskan waktu dengan setumpuk pekerjaan. Meski menghormati pilihan orang lain, kamu pribadi tetap ingin supaya anak-anakmu kamu asuh sendiri, tanpa mengandalkan pengasuh bayi. Pilihan untuk keluar dari pekerjaanmu yang sekarang pun mulai berkecamuk di pikiranmu.


Sudah terbayang komentar orang tentang niatmu berhenti bekerja. Seolah dengan tinggal di rumah, gelar yang kamu punya jadi sia-sia
apa kata orang?
apa kata orang? via www.businesscircle.com.my
Memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan pekerjaan nyatanya tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak pertimbangan yang perlu dipikirkan. Mulai dari sayangnya melepas kesempatan yang telah kamu dapatkan sampai dengan semua pemikiran orang mengenai keputusan yang akan kamu ambil nantinya. Sebagian orang tentu mendukung keputusanmu tersebut. Tapi di sisi lain pasti ada juga orang yang menilai bahwa meninggalkan pekerjaan adalah suatu keputusan keliru.
Tidak hanya memikirkan perkataan orang, keresahan dan kebingunganmu juga bertambah memikirkan komentar sanak keluarga jika kamu memutuskan untuk berhenti bekerja. Berbagai kalimat seperti:
“Kok berhenti kerja, apa gak sayang sama gelarmu?”
“Kalau cuma buat tinggal di rumah, apa gunanya sekolah tinggi-tinggi?”
Padahal gelar sarjana yang dimiliki oleh perempuan masa kini bukan hanya akan berguna jika digunakan bekerja di kantoran. Sebaliknya, menjadi ibu rumah tangga bukan lagi hanya urusan mencuci dan memasak saja. Pekerjaan domestik itu juga butuh kecerdasan dan ketangguhan, sama seperti pekerjaan kantoran.


Untuk mencetak anak-anak cerdas, diperlukan ibu berkualitas: ilmu yang sudah kamu timba tak hanya akan berguna bila kamu bekerja saja
ibu dan anak
ibu dan anak via www.huffingtonpost.com
Memiliki pendidikan tinggi juga diikuti oleh tuntutan untuk memiliki karir cemerlang. Pemahaman bahwa ibu rumah tangga perlu juga mempunyai bekal pendidikan baik belum banyak dimengerti. Ketika perempuan pada akhirnya tinggal di rumah dan melepas (untuk sementara atau untuk waktu lama) tanggung jawab mencari nafkah, maka proses menempuh pendidikan di perguruan tinggi dirasa sia-sia.
Padahal untuk mendidik anak di zaman sekarang diperlukan sosok perempuan yang tidak hanya pandai memasak, mencuci, dan membereskan rumah. Ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya yang juga harus mengerti berbagai hal yang kelak akan ditanyakan. Mendidik moral dan intelektual seorang anak memerlukan bekal yang matang. Jika kamu tidak memiliki latar belakang mumpuni rasanya memiliki anak-anak cerdas pun akan sulit dicapai.


Tidak melulu soal anak, suamimu kelak juga perlu perempuan yang mampu diajak berbagi pikiran; menyelesaikan berbagai masalah yang datang menghadang
partner berpikir suami
partner berpikir suami via www.sofeminine.co.uk
Pria yang kelak akan menikahimu tentu bangga memiliki perempuan yang tidak hanya cantik parasnya tapi juga cerdas pemikirannya. Karena kepadamulah ia nantinya akan berkeluh kesah saat ada masalah yang menghampirinya. Jika kamu tidak memiliki wawasan luas tentu sulit baginya berbagai beban bagimu. Sekali lagi pendidikan yang baik akan membentuk cara berpikir dan kemampuanmu melihat masalah dari sudut pandang berbeda.
Dia juga akan bangga mengajakmu pergi ke berbagai acara, karena meskipun menjadi ibu rumah tangga kamu punya cara berpikir yang berbeda. Seorang istri yang cerdas adalah harga diri bagi semuanya.
Pendidikan yang kamu dapat di bangku kuliah akan mempengaruhi cara berpikir, berbicara, dan kamu bertindak. Mungkin kamu tidak akan merasakannya sekarang, tapi bila masanya sudah datang, ‘perbedaan’ tersebut pelan-pelan akan terlihat.


Sesekali pasti terdengar nada sumbang tentang pilihanmu menjadi ibu rumah tangga. Tidak mengapa, itu hanya sebagian dari tantangan hidup yang pasti ada.
percaya pada keputusanmu
percaya pada keputusanmu via thoughtcatalog.com
Kamu tentu tidak dapat mengerem opini orang lain tentang dirimu. Tidak mengapa, pahamilah itu sebagai bagian dari konsekuensi hidup. Karena toh kalau pun kamu kelak memilih bekerja, komentar lainnya seperti:
“Perempuan baiknya sih ngurusin suami sama anak aja di rumah”
“Apa gak kasihan sama anaknya di tinggal-tinggal terus sama ibunya?”
Iya, baik kamu memilih meneruskan bekerja atau jadi ibu rumah tangga, pasti ada kritik yang melayang ke wajahmu.
Tidak ada kesia-siaan dari semua pengorbananmu saat memilih untuk sepenuhnya menghabiskan waktu untuk mengurus keluarga. Seperti telah dikatakan sebelumnya, setiap keputusan tentu memiliki risikonya tersendiri. Dan sebagai perempuan cerdas yang dewasa, kamu sangat memahaminya.


Percayalah ada kebaikan dalam setiap keputusan. Kamu tidak perlu rendah diri hanya karena keputusanmu ini.
ibu cerdas akan melahirkan anak yang cerdas
ibu cerdas akan melahirkan anak yang cerdas via www.huffingtonpost.com

“Apakah memalukan sarjana yang jadi ibu rumah tangga? Terus apakah mengurus suami dan membesarkan anak tidak perlu perempuan berpendidikan?” – Ina C, Jakarta
Perasaan minder atau kurang percaya diri saat memilih untuk tidak bekerja setelah menjadi ibu rumah tangga terasa wajar. Namun satu yang perlu  kamu ingat peranmu sebagai seorang istri dan ibu yang mengurus keluarga secara penuh tidak dapat dibayar oleh apapun. Tidak ada pekerja yang bekerja sepanjang hari seperti seorang ibu dan tidak ada pula pekerja yang mau bekerja tanpa diberi upah kecuali seorang istri.
Itu semua hanyalah soal pilihan, bukan masalah benar atau salah. Jalanilah semua pilihan dengan penuh rasa tanggung jawab. Karena suatu hari nanti, saat anak-anakmu telah dewasa dan bersama suamimu akan menua mereka akan merasa bangga memiliki seorang perempuan yang rela mempersembahkan hidupnya untuk mengurus secara total keluarganya.


Percayalah pada setiap keputusan yang telah kamu ambil. Karena apapun itu asalkan kamu dapat mempertanggung jawabkannya kelak hal itu akan membuahkan hasil yang maksimal. Sebuah kutipan yang sangat menyentuh nampaknya dapat menjadi penutup yang manis dari artikel ini:

“Entah akan berkarir atau berumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas.” – Dian Sastrowardoyo 

Selasa, 10 Maret 2015

Who am i?

Yaps. Sebenernya sama kaya judul yang sudah aku ketik diatas. Who am i? Atau siapa aku? Pada saat ini, jujur aku sedang merasa yang dinamakan bimbang, galau, resah, bingung, etc. Kenapa? Ya, pada saat ini aku merasa kalau aku belum dapat mengerti diriku sendiri. Aku belum dapat mengenal bahwa aku itu siapa? Aku ini menyukai apa? Lalu apa sebenarnya sih yang aku dapat lakukan untuk diriku? Atau dapat aku ringkaskan siapa aku sebenarnya? Ini memang problem antara aku dengan diriku sendiri. Pertanyaanku tentang diriku sendiri membuatku resah.
Disaat pilihan itu datang, aku bingung harus memilih yang mana. Disaat pertanyaan itu kembali menyerang, aku rasanya ingin benar-benar menjawab. Tapi apa? Apa yang harus aku jawab? Aku harus bagaimana?
Aku hanya dapat berdoa supaya Allah dapat membimbing setiap langkahku. Aku berdoa agar setiap keputusan yang aku ambil atas dasar untuk mendapatkan Rahmat Allah SWT. Jadi untuk apa hidup kita ini selain untuk Allah? Kita ini hanya sementara di dunia, yang kekal itu di Akhirat. Jadi, aku berdoa supaya kehidupan, pilihan, tindakan yang aku ambil agar mendapat restu dan Rahmat dari Allah SWT because Allah is all i need.
Ibuuuu,, aku akan membahagiakanmu atas restu Allah. Bapak aku akan menjadi anak sholehah yang senantiasa mendoakanmu. Agar kita nanti dapat bersama kembali di alam akhir yang penuh kedamaian... Amin Ya Rabbal alamin....


Jakarta, 10 Maret 2015
Disaat langit menurunkan airnya karena sudah tidak dapat membendung.
-@andhitaar

Selasa, 03 Maret 2015

DIA

Dia, memang saat berada di dekatnya aku sedikit acuh.
Dia, selalu aku diamkan dalam posisi yang sangat dekat.
Dia, yang memperhatikanku namun tidak sedikitpun aku merasakannya.
Dia, ternyata aku sayangi.

Aku, aku merasakan saat dia sudah pergi.
Aku, aku meraskan saat aku sendiri di ruangan ini.
Aku, aku merasakan sedih.
Aku, aku sangat merindukan kehadirannya walau kita tidak melakukan apapun saat bersama.
Dia, ternyata aku membutuhkan kehadirannya dalam melakukan pekerjaan ini.

Selamat menempuh hidup baru, KAK ROS.
Mungkin aku tidak akan lama lagi bekerja di kantor ini, karena seperti ada yang hilang.
Karena satu per satu terbang ke alam yang dirasa bebas.

Jakarta, 3 Maret 2015
17.03 WIB



Senin, 02 Maret 2015

DALAM DIAM

Suaranya begitu lembut, namun sangat membuat aku terkejut. 
Aku membutuhkan waktu untuk memproses kalimat yang begitu jelas sebenarnya dapat aku mengerti. 
Bahkan, aku tidak dapat menatap wajahnya untuk beberapa saat. 
Kalimatnya sangat menusuk relung jiwaku. 
Aku benar-benar tidak dapat mengerti hal ini dapat terjadi. 

Mengapa?

"Jadi gini ta,  hari senin aku udah ga kerja disini lagi...”

Memang hanya satu kalimat itu namun membuatku  sangat  terkejut. 
Aku tidak dapat berkata-kata. 
Aku sungguh sangat kecewa. 
Memang  tidak ada yang dapat disalahkan  dalam  keadaan  ini, sungguh. 
Namun untuk saat ini aku hanya belum dapat mengerti, tapi aku yakin entah besok, lusa dan kapanpun itu aku akan tersenyum dan berkata,

"RencanaMu, sungguh sangat luar biasa Ya Allah :)"
Amin


Jakarta, 25 Pebruari 2015
Di bawah langit jingga.
@andhitaar


Selasa, 24 Februari 2015

MENGENANG 100 HARI KEPERGIAN BAPAK....



Ayah...
Suaramu masih terdengar jelas di telingaku
Hadirmu masih selalu datang disetiap hariku
Lembut sentuhanmu masih dapat aku rasakan
Indah senyummu selalu teringat kemanapun aku melangkah

Ayah...
Terimakasih, telah membesarkanku dan sabar merawatku
Terimakasih, telah memberikan kasih sayang untuk aku tetap kuat menjalani hidup
Terimakasih, atas ketulusan keringat hanya untuk menyayangiku
Terimakasih, telah memberikan kenangan yang tak ternilai
Terimakasih, telah membuatku menjadi pribadi yang lebih baik
Terimakasih, telah mengajariku tentang apa arti hidup ini

Ayah...
Namun sekarang engkau sudah tidak ada lagi berjalan bersamaku
Ragamu sudah ditimbun dalamnya tanah itu
Alam kehidupan kita kini sudah berbeda

Namun aku percaya engkau dapat melihatku, dengan semua hal yang sedang aku lakukan
Dan yang harus dipercaya...
Setiap detik waktu kehidupanku engkau selalu ada menyertaiku
Dan engkau akan selalu ada padaku, di dalam hatiku

Di dalam do’a aku dapat merasakan hadirmu
Di dalam do’a kami bertemu
Di dalam do’a semuanya terlihat sungguh nyata
Do’aku akan selalu menerangi langkahmu
Terimakasih Ya Allah...
Terimakasih karena memilihku untuk menjadi bagian dari kehidupannya

Sampai jumpa lagi ayah,
Sampai jumpaa lagi pada hari dimana kebahagian sejati itu datang pada kita...

Jakarta, 19 Januari 2015
Ketika matahari sedang mencari tempat peraduannya.

-your little girl-